Cerita Misteri Di Desa Gondo Mayit
Cerita Misteri Di Desa Gondo Mayit

Cerita Misteri Di Desa Gondo Mayit

Siapa yang sudah masuk ke desa ini, tidak akan bisa keluar nurut saja sama ucapan mbah.





"yo opo Mar, isok lanjut ora?" (gimana Mar, bisa lanjut apa tidak?)

Mas Damar memanggil Erik, memintanya mendekat sembari menceritakan keluhanya, dan ketika dia menunjukkan kondisinya saat itu, mas Erik hanya bisa melotot gak percaya atas apa yang dia lihat.

"Janc*k, kenek opo koen?" (sialan, kenapa dengan kamu ini?) tanya mas Erik, matanya fokus melihat sesuatu yang ganjil itu.

mas Damar hanya diam, wajahnya sudah pucat, jangankan menjawab pertanyaan Erik, kapan dan bagaimana ini terjadi saja, mas Damar tidak tahu.

"gak eroh Rik" (gak tau Rik)
melihat kondisi mas Damar seperti itu, mas Erik akhirnya menyuruh mas Damar bersandar di pohon, pikiranya fokus ke rombongan yang tadi lewat, jin atau bukan, mas Erik harus memanggil mereka, agar mas Damar segera tertolong.

tidak hanya itu, hal seperti ini baru pertama kali mas Erik hadapi, bagaimana bisa terjadi hal-hal seperti ini, padahal mereka tidak lupa berdoa agar di lancarkan semuanya, tapi, kok bisa tes*isnya si Damar membesar seperti itu, besarnya sendiri nyaris sama seperti kepalan tangan yang menggenggam.

mas Erik cuma berpikir satu hal, pasti Jin gunung yang melakukanya.

Mas Erik pun meninggalkan mas Damar seorang diri, ia berlari menembus semak belukar, menuju ke rombongan yang sudah hilang lenyap di tengah kegelapan.

ada hal yang aneh dan entah mas Damar dengar atau tidak tapi mas Erik yakin, tadi ketika mereka mengintip rombongan itu, ia mendengar suara gamelan yang di dengungkan. hal itulah yang membuat mas Erik tidak berani bicara, karena fokus mendengar alunan dari gamelan yang di pukul
tidak hanya itu, ekspresi wajah dari iring-iringan itu, tidak satupun menunjukkan wajah sedih atau bersimpati, sebaliknya, wajah-wajah itu, sumringah seperti sedang mengadakan pesta.

lalu, keranda mayit yang di pinggul pun asing, biasanya di tutup dengan kain hijau tua, namun-
yang mas Erik dan Damar lihat, keranda mayit itu di tutup dengan kain hitam lengkap dengan bunga melati terajut sebagai pengiringnya.

hal-hal itu yang di jadikan mas Erik patokan, semoga ia masih bisa mendengar iring-iringan musik gamelan, dan semoga mereka memang manusia berlari kurang lebih 10 menit dan semakin jauh lokasinya dari mas Damar yang masih menahan nyeri, mas Erik sadar, rombongan itu sudah lenyap, menyisahkan tanda tanya, bagaimana bisa mereka berjalan santai dengan gendong mayit di medan yang naik turun seperti ini.

putus asa, mas Erik akhirnya menelusuri jalanya lagi, kembali, ke tempat dimana mas Damar tak berdaya. ia berharap segera selesai dan keluar dari area belantara ini.

rupanya ketika kembali, mas Erik kaget saat di hadapanya, mas Damar tidak sendirian, di depanya, ada nenek-nenek tua, di punggungnya, ia memanggul kayu bakar.

terlihat dari jauh, mas Damar tampak mengobrol dengan sosok asing itu, membuat mas Erik bertanya2, ragu, lalu mendekat saat itulah baru di ketahui nenek itu adalah warga lokal, ia tinggal di desa tidak jauh dari tempat mereka berada, nenek itu menawarkan tempat persinggahan, sekaligus memberitahu bila apa yang terjadi pada mas Damar adalah akibat dari "Weltuk"

"nopo niku?" (apa itu?) tanya Erik
disitulah si nenek yang mengaku bisa menyembuhkan mas Damar bercerita, Weltuk itu adalah Demit (lelembut) penunggu sungai yang marah sama mas Damar karena tanpa sengaja, mas Damar sudah mengencinginya.

akibatnya, mas Damar di selentek (di keplak) area kemalu*nya, ragu dan khawatir awalnya, ketika si nenek yang di panggil mbah dok itu menawarkan mas Erik dan mas Damar untuk mengikutinya ke desa tempatnya tinggal.

tapi karena keadaan saat itu benar-benar darurat, memaksa mas Erik akhirnya setuju, di boponglah mas Damar, dengan kondisi itu selama perjalanan, si nenek bercerita banyak hal, salah satunya mengatakan permisi kalau mau buang hajat atau apapun, mereka tidak terlihat bukan tentu tidak ada, meskipun hanya sekedar ijin dengan suara berbisik pun, mereka bisa mendengar, termasuk Wanggul yang sekarang mengikuti mas Erik.

kaget. mas Erik kemudian bertanya dengan muka ngeri. "wanggul apa mbah?"

si nenek berhenti, melihat jauh ke belakang, disana ia menunjuk.
"Hantu wanita yang mati karena kecelakaan, lehernya patah, dan dari tadi dia ngikutin kamu. wangi apa yang kamu cium?"

mas Erik pun mengatakanya. "sembujo"

si Nenek mengangguk. "ra popo nek sembujo, gorong ambu batang yo kan, nek iku baru bahaya" (tidak apa-apa kalau sembujo, kalau bau bangkai, nah itu baru berbahaya)

(sebenarnya, kata mas Erik, bahasanya si nenek ini jawa halus, tapi karena gw gak bisa, pake bahasa jawa halus, pake bahasa suroboyoan aja ya. mohon maaf)

"trus yok nopo mbah, sampe kapan kulo bakal di tut'i" (lalu bagaimana mbah, sampai kapan saya akan di ikuti)

"bar engkok ngaleh dewe" (biarkan saja, nanti juga pergi sendiri) kata si mbah.

benar rupanya. di depan, terlihat sebuah desa, namun, desanya ini, tidak terlalu besar
rumah-rumahnya terbuat dari anyaman bambu, pokoknya, sangat jauh berbeda dengan kondisi rumah jaman sekarang yang di bangun dengan bata dan semen.

tepat di sudut rumah paling ujung, gentingnya terbuat dari ranting dengan di tutup daun kelapa kering, si mbah mempersilahkan masuk.
"turokno kunu sek kancamu" (tidurkan dulu temanmu disitu)

si mbah masuk ke ruangan dalam, sedangkan mas Erik dan Damar di tinggal di teras rumah, ada bangku besar untuk merebahkan badan mas Damar, mas Erik masih gak habis pikir, hanya karena kencing bisa seperti ini.

selidik demi selidik, mas Erik melihat kesana-kemari, tatapanya menyapu dari rumah ujung ke ujung, hanya ada 13 atau kurang rumah disini, dan sebelumnya ia tidak pernah dengar di daerah ini ada desa.

namun, tengah malam seperti ini, desa ini sunyi dan sepi, cukup membuat ngeri
si mbah keluar, di tanganya, ada kendi, "ngumbi iki, trus pas ngumbi ngadep kidul ben penyakite minggat nang kidul yo le" (minum ini lalu pas minum nanti menghadap ke selatan, biar penyakitnya pergi ke selatan ya nak)

berusaha keras berdiri, mas Damar menenggak air itu
"sak iki melbu ae nang omah, ojok metu sek, ben balasado' ne ngalih disek," (sekarang masuk rumah, jangan keluar dulu, biar bencananya bisa perdi)

mas Erik tidak paham maksud si mbah saat mengatakan balasado, namun mas Erik mengiyakan tawaran itu, kali ini mereka yakin, mbah yang menolong mereka mungkin memang manusia.




  201
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.