Lembaga quick count berkonspirasi dengan kekuasaan untuk memfreming kemenangan
Lembaga quick count berkonspirasi dengan kekuasaan untuk memfreming kemenangan

Lembaga quick count berkonspirasi dengan kekuasaan untuk memfreming kemenangan

Syahganda Nainggolan bersuara keras tentang Denny JA dkk. Syahganda merupakan salah satu mahasiswa ITB yang dipecat rektor karena menimpuk Menteri Dalam Negeri Rudini ketika itu



Soal sampel. Apakah semakin banyak sampel maka semakin akurat hasilnya ?

Nggak juga. Tapi kalau Anda membandingkan, misalnya yang ada di TV ya, pas dia bandingkan, ‘Oh itu Prabowo bisa juga salah, baru 40% masuk, dia mengklaim 60. Salah, bisa lebih bagus yang ini,’ Itu lebih bodoh lagi. Kalau sudah 40% dia bukan lagi sampel, hampir dekat ke populasi.

Membandingkannya yang sepadan. Misalnya 2.000 ke 5.000. itu boleh dibandingkan. Masa’ membandingkan uang Anda yang 50 ribu dengan uang dia yang 50 juta….kan nggak sebanding. Kalau orang mengerti matematik, statistik, pasti langsung paham. Kalau 40% ada kemungkin pergeserannya berapa persen.

Tapi bukan lagi survei, itu sudah ke real count. Jadi, survei itu sebenarnya harus terbuka terhadap publik untuk dievaluasi. Terbuka pada universitas dan ahli-ahli. Di Indonesia sampai sekarang mereka ini nggak terbuka.

Bayangkan: Denny JA sama Kompas kan saling curiga. Waktu Kompas mengeluarkan angka survei 49% untuk Jokowi, Denny JA berantem sama Kompas.

Bahkan Kompas langsung menyampaikan pernyataan sikap. Antara mereka saja sudah nggak kompak. Nah, kalau terakhir Kompas mirip sama mereka, saya juga nggak ngerti.

Pada survei sebelum Pilpres, Kompas bahkan menyampaikan prediksi bahwa suara Prabowo akan lebih dari Jokowi…

Kita kan ada survei. Yang kita survei kan data. Anda kasih ke Persepi [Perhimpunan Survei dan Opini Pulbik Indonesia] kan? Nah, dalam survei saya, misalkan 49% Jokowi di Pulau Jawa, Prabowo, 42,7%; hampir 43%. Yang undecided masih 8%.

Saya waktu itu disumpah bahwa pokoknya saya nggak bohong, karena saya nggak tahu soal Persepi. Kalau saya ambil doktor, ada promotor ada penguji, ada lembaga ilmiahnya: kampus. Nah, kalau mereka ini [Persepi] kan saya nggak tahu.

Kalau survei saya ini hasilnya 49% untuk Jokowi dan 42,7% atau hampir 43%, untuk Prabowo, selisihnya 6%, sementara yang undecided sekitar 8%.

Lalu ada wartawan tanya, kira-kira mereka yang undecided kemana? Saya jawab: kalau itu penilaian politik. Saya bilang kalau orang sudah 4,5 tahun bekerja, dia mentok di 49%.

Maka kemungkinan dia berhenti di angka itu. Yang kedua, kenapa orang mengatakan belum memutuskan saat ditanya oleh pensurvei. Karena di Indonesia ini, kalau dia oposisi, dia menyembunyikan.

Dia nggak mau diketahui oleh orang. Karena yang survei ini kan dia nggak tahu siapa; lembaga-lembaga itu bisa saja politisasi.

Nah, ini yang membuat saya mengatakan bahwa di Pulau Jawa, saya yakin Jokowi meraih 49%, dan Prabowo isa 51%. Kalau saya yakin sama survei saya, karena saya yakin lebih sempurna dalam random sampling walaupun cuma Pulau Jawa.

 
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.