Lembaga quick count berkonspirasi dengan kekuasaan untuk memfreming kemenangan
Lembaga quick count berkonspirasi dengan kekuasaan untuk memfreming kemenangan

Lembaga quick count berkonspirasi dengan kekuasaan untuk memfreming kemenangan

Syahganda Nainggolan bersuara keras tentang Denny JA dkk. Syahganda merupakan salah satu mahasiswa ITB yang dipecat rektor karena menimpuk Menteri Dalam Negeri Rudini ketika itu



Artinya quick count yang dilakukan lembaga survei kita salah ?

Nggak, bukan salah. Quick count ini bisa benar. Syarat ilmunya yang harus dipenuhi. Pertanyaan kita kan sebenarnya: yang melakukan quick count ini lembaga netral atau tidak. Dan kita semua tahu bahwa Denny JA ini adalah orangnya Jokowi.

Kalau di grup WA saya ada Mabitor Suryadi. ‘Ya, terima kasih,’ kata Mabitor: ‘Denny JA sudah mau ngasih duit sama saya yang tengah sulit.’ Kita di grup ini sudah tahu bahwa Denny JA adalah orangnya Jokowi. Kira-kira begitu.

Objektivitas itu dimulai dengan tidak berpihak. Bukan hanya soal ilmunya. Tapi kalau Anda orangnya Jokowi, terus Anda bilang netral, kan susah juga. Padahal ini kan tentang nasib sebuah bangsa. Yang kita quick count itu bisa menggiring. Harusnya KPU itu yang menyelenggarakan sendiri, dia minta universitas juga.

Memang quick count bisa digiring ?

Ya bisalah. Kalau memang niatnya menggiring, pasti menggiring. Sekarang kan, samplingnya 2 ribu, tapi randomnya bagaimana…

Kalau randomnya Anda atur lebih banyak di tempat yang ada pemilih Jokowi, pasti nanti munculnya Jokowi yang menang. Jadi Anda sudah setting nih: 56% Jokowi, 56% dari 2 ribu berapa, katakanalah 1.200. Dan Anda pasti tahu dimana 1.200 yang pro Jokowi. Pasti tahu, kan ada historinya.

Misalkan Jateng, Bali, dan seterusnya. Tinggal Anda bilang saja titiknya dimana, distribusinya begini. Nah, itu yang orang mau tahu. Mana titik tempat Anda melakukan quick count ?

Tapi mereka mengatakan sudah menentukan sampelnya dengan proporsional…

Proporsional terhadap apa ? Misalkan terhadap kabupaten, terhadap provinsi. Itu bisa, dan itu yang mau kita bongkar. Itu boleh. Namanya multi-stage random sampling. Banyak lembaga, saya tidak mau sebutkan namanya, dia punya 2 ribu sampel.

Dia multi-stage proporsional tadi, berdasarkan jumlah apa? Misalnya DPT. Dibagilah 2000 ribu tadi sesuai dengan proporsi DPT.

Yang ada, nggak ada orang bilang berdasarkan survei kami. Ada juga kemarin yang saya lihat itu, Hanta Yudha atau siapa: Prabowo kalah di provinsi ini, itu, dan lain-lain. Padahal dalam teori, kalau mau survei sebuah populasi, Anda harus tentukan unitnya mana. Misalnya Indonesia. Unitnya berapa?

Di Amerika rata-rata 600 responden. Itu sudah ada rumusnya. Sekarang ini sudah canggih, ada kalkulatornya. Namanya kalkulator survei, bisa didownload. Bisa kita tahu margin errornya berapa. Nggak usah pakai rumus-rumus sangat rumit. Masukin aja. Sekarang sudah ada.

Yang salah, dia. Responden 2.000. Di setiap provinsi berapa? Sekitar 70. Kalau 70 Anda nggak boleh bilang itu sudah mewakili provinsi dalam rilisnya. Yang Anda survei itu adalah Indonesia. Anda nggak bisa bilang Banten kalah, Jakarta kalah.

Nggak bisa. Kalau mau bilang Jakarta kalah, Anda main lagi di 600 responden. Jadi 600 x 34. Kalau mau ke kabupaten Anda harus kalikan 400-an, misalnya. Sekitar 20 ribu ke atas baru Anda boleh mengatakan di kabupaten ini Prabowo kalah, dan seterusnya.

Kalau ini kan dia nggak ngerti membedakan antara multi-stage sebagai sebuah metode. Kan ada stratify, simple random sampling, dan cluster random sampling. Orang marketing yang biasa gunakan. Kalau tidak sampai di 400 kabupaten, dia nggak boleh bilang di kabupaten itu si ini kalah. Itu nggak boleh. Multi-stage itu cuma alat.

Jadi, kalau ada yang teriak Prabowo kalah disini, situ, itu nggak bisa. Orang-orang ini kan nggak ngerti. Saya Cuma ketawa saja. Lu kagak ngerti tapi tiap hari muncul di TV, dipakai terus. Tapi mau apa lagi....

Tapi hampir semua lembaga survei termasuk Litbang Kompas menampilkan hasil quick count yang hampir sama…

Ya, kita mau apa ? Kan hanya ada dua, pertama bahwa ini benar, karena hasilnya sama. Anda juga bisa bilang: ‘Oh, karena bandarnya sama.’ Kira-kira begitu. Kan tergantung cara pandang. Ya, kalau Anda curiga, berarti publik harus meminta dia membuka.

  17
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.